Biografi Henry Hunant

Minggu, 30 November 2008

Jean Henri Dunant (1828-1910) adalah seorang warga negara Swiss yang dikenal sebagai Bapak Palang Merah Dunia adalah pemuda yang menyaksikan perang mengerikan antara pasukan Prancis dan Italia melawan pasukan Austria di Solferino, Italia Utara pada tanggal 24 Juni 1859.

Tidak kurang 40.000 tentara terluka menjadi korban perang, sementara bantuan medis tidak cukup merawat korban sebanyak itu. Tergetar penderitaan tentara yang terluka, Henry Dunant bersama penduduk setempat mengerahkan bantuan menolong mereka. Setelah kembali ke Swiss, Henry Dunant menuangkan kesan dan pengalamannya ke dalam buku berjudul "Kenangan dari Solferino" menggemparkan Eropa.

Di buku itu Henry Dunant mengajukan dua gagasan. Pertama, membentuk organisasi kemanusiaan internasional yang dapat dipersiapkan pendiriannya pada masa damai untuk menolong prajurit yang terluka di medan perang. Kedua, mengadakan perjanjian internasional guna melindungi prajurit yang cedera dan sukarelawan serta organisasinya yang menolong saat terjadinya perang.

Pada 1863 Henry Dunant bersama keempat kawannya merealisasi gagasan tersebut dengan mendirikan komite internasional untuk nantuan para tentara yang cedera, sekarang disebut Komite Internasional Palang Merah atau Committee of The Red Cross (ICRC) merupakan lembaga kemanusiaan bersifat mandiri, sebagai penengah dan netral.

Dalam perkembangannya Palang Merah Internasional juga memiliki Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau International Federation of Red Cross dan Red Crescent (IFRC).

Semangat Henry Dunant inilah yang mengilhami terbentuknya Perhimpunan Nasional Palang Merah Nasional dan Bulan Sabit Merah yang didirikan hampir di setiap negara di seluruh dunia berjumlah 176 perhimpunan nasional. Sedang gagasan kedua Henry Dunant direalisasi Pemerintah Swiss dengan mengadakan konferensi Jenewa dengan menghasilkan Konvensi Jenewa (1864) yang terus dikembangkan sehingga dikenal sebagai Konvensi Jenewa 1949.
READ MORE - Biografi Henry Hunant

Baca Selengkapnya..

Yuk Cintai bumi kita

Minggu, 09 November 2008

Seiring berubahnya iklim akhir-akhir ini. Seringnya bencana yang kita hadapi diakhir-akhir ini seperti tsunami, gempa bumi, banjir , angin puting beliung , tanah longsor banjir dsb maka kita harus selalu waspada dan siaga terhadap segala kemungkinan terburuk selagi kondisi masih bisa diatasi.

Hal hal yang perlu kita ketahui adalah sebagai berikut:



Melindungi Atmosfer

Atmosfer kita mengalami tekanan semakin besar dari gas-gas rumah kaca yang akan mengubah iklim dan dari bahan-bahan kimia yang menipiskan lapisan ozon. Bahan-bahan pencemar lain yang termasuk menimbulkan hujan asam, seringkali menempuh jarak jauh melalui atmosfer dan mengakibatkan kerusakan di daratan serta perairan. Diberbagai bagian dunia, seringkali zat-zat berbahaya ini melintasi perbatasan negara sebelum jatuh kedarat.

Pemakaian energi adalah sumber utama emisi. Pemakaian energi penting sekali bagi pembangunan ekonomi dan sosial serta perbaikan mutu kehidupan. Namun sebagian besar energi dunia dihasilkan dan dikomsumsi dengan cara-cara yang tidak berkelanjutan bila julah keseluruhannya terus meningkat pengendalian emisi akan tergantung pada peningkatan efesiensi dalam produksi, transmisi, distribusi, dan komsumsi energi, dan pada penciptaan sistem energi yang tepat lingkungan.

Dalam pada itu, ada kebutuhan akan distribusi energi yang merata dan dalam jumlah cukup untuk memenuhi konsumsi yang semakin besar di negara-negara berkembang. Negara-negara yang sangat tergantung pada ekspor atau konsumsi bahan bakar fosil, atau yang banyak menggunakan energi dalam perindustriannya juga perlu dipertimbangkan. Ada negara-negara yang tidak punya alternatif yang mudah untuk mengganti bahan bakar fosil.

Transportasi mutlak perlu bagi pembangunan ekonomi dan sosial, dan kebutuhan untuk transportasi pasti akan meningkat; namun kegiatan ini juga merupakan sumber emisi atmosferik.

Industri menghasilkan barang, jasa dan lapangan kerja. Namun, penggunaaan sumber daya dan bahan-bahan untuk industri menimbulkan emisi atmosfer. Industri perlu menggunakan bahan-bahan dn sumber daya dengan lebih efesien, memasang alat pengendali pencemaran, mencari penganti krorofluorokarbon (CFC) dan bahan-bahan perusak ozon lainnya, yang lebih aman dan mengurangi limbah. Ada manfaat eknomis dan manfaat lingkungan dari peningkatan efesiensi dan pengurangan limbah.

Penggunaan lahan dan lautan dengan cara tertentu dapat mengurangi bahan tanaman yang ada. Padahal tanaman dapat menyerap karbon dioksida, yang merupakan gas rumah kaca, dari udara.Untuk itu perlu meningktakan pengelolaan berkelanjutan dan pelestarian penyerap dan penampung gas rumah kaca, termasuk hutan dan ekosistem air payau.

Lapisan ozon stratosfer planet ini terus-menerus menyusust karena pelepasan krorofluorokarbon (CFC), halon dan zat-zat yang mengandung klor dan brom reaktif. Kesepakan internasional menghendaki agar pemakaian zat-zat penguras ozon dikurangi. Perlu dikembangkan zat pengganti yang lebih aman, dan perlu diupayakan agar zat-zat itu tersedia bagi negara-negara berkembang maupun negara maju.

Mengolah Lahan secara Berkelanjutan

Bertambahnya kebutuhan manusia akan lahan dan sumber daya alamnya menimbulkan persaingan dan konflik. Bila kita ingin memenuhi kebutuhan manusia secara berkelanjutan, kita harus menyelesaikan konfliks tersebut, dan mencari jalan yang ebih efektif serta efesien untuk memanfaatkan lahan dan sumber daya alamnnya.

Tujuannya ialah menjaga agar lahan digunakan dengan cara yang membawa sebesar-besarnya manfaat yang berkelanjutan. Cara memperkecil konflik dan membuat pilihan yang paling tepat ialah dengan mengkaitkan pembangunan sosial dan ekonomi dengan perlindungan serta peningkatan lingkungan. Kita juga perlu memperhitungkan daerah-daerah yang dilindungi, hak kepemilikan pribadi, dan hak penduduk asli serta masyarakat setempat lainnya.

Dengan adanya pilihan-pilihan tata guna lahan, muncul peluang untuk mendukung pola pengelolaan lahan tradisional yang berkelanjutan, dan untuk melindungi lahan guna melestraikan keragaman hayati serta manfaat-manfaat ekologis lainnya.

Menanggulangi Penggundulan Hutan

Hutan adalah sumber kayu, kayu bakar dan bahan-bahan lain. Hutan juga memainkan peran penting dalam pelestarian tanah dan air, memelihara atmosfer yang sehat dan memelihara keragaman hayati tumbuhan-tumbuhan dan hewan. Hutan bersifat dapat diperbaharui dan, bila dikelola dengan cara yang sesuai dengan pelestarian lingkungan, dapatmenghasilkan barang dan jasa guna membantu pembangunan.

Kini hutan-hutan diseluruh dunia terancam oleh degradasi yang tak terkendali dan konversi ke tata guna lahan lain karena meningkatnya tekanan manusia. Ada masalah perluasan pertanian, pengembangan yang berlebihan, penebangan kayu yang tidak berkelanjutan, pengendalian api yang tidak memadai dan kerusakan karena pencemaran udara. Kerusakan dan hilangnya hutan mengakibatkan erosi tanah, mengurangi keragaman hayati dan habitat satwa liar, merusak daerah aliran sungai dan menurunkan jumlah kayu bakar, kayu srta produk-produk lain yang tersedia bagi pengembangan manusia. Hal itu juga mengurangi jumlah pohon-pohon yang dapat menyerap karbon dioksida, yang merupakan sebuah gas rumah kaca.

Kelangsungan keberadaan hutan tergantung pada sejauh mana kita mengakui dan melindungi nilai-nilai ekologi, kendali iklim dan nilai sosial serta ekonominya. Manfaat-manfaat ini perlu dimasukan dalam sistem neraca ekonomi nasional yang dipakai untuk menimbang pilihan-pilihan pembangunan.

Ada kebutuhan mendesak untuk melestarikan dan menanam huta di negara-negara maju dan berkembang guna memelihara atau memulihkan keseimbangan ekologis, dan guna memenuhi kebutuhan manusia. Para pemerintahan perlu menjalin kerjasama dengan dunia usaha. LSM, ilmuwan, ahli teknologi, kelompok-kelompok masyarakat setempat, penduduk asli, pemerintah setempat dan publik guna menciptakan kebijakan jangka panjang bagi pengelola dan pelestarian hutan untuk setiap kawasan hutan dan daerah aliran sungai.

Guna mendapatkan nilai lebih dari hutannya, beberapa negara membutuhkan kerjasama internasional dalam bentuk pentunjuk tentang teknologi canggih, dan penerapan syarat-syarat perdagangan yang adil, tanpa hambatan dan larangan sepihak terhadap hasil-hasil hutan. Disamping mendorong pemanfaatan hutan secara berkelanjutan, negara-negara perlu menciptakan atau memperluas sistem kawasan lindung guna melestarikan sagian hutannya. Hutan tersebut dibutuhkan untuk melestarikan sistem ekologi keragaman hayati, lanskap dan habitat satwa liar. Hutan juga perlu dilestarikan demi niali sosial dan spiritualnya, termasuk habitat tradisional penduduk asli, masyaraat penghuni hutan dan masyarakat setempat.

Pertanian Berkelanjutan dan Pertanian Desa

Kelaparan sudah merupakan ancaman tetap bagi banyak orang, sementara tidak ada kepastian tentang kemampuan jangka panjang dunia akan pangan dan produk-produk pertanian lain untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin meningkat. Populasi global pada tahun 1993 adalah 5,5 milyar dan diperkirakan akan mencapai 8,5 milnyar pada tahun 2025, ketika 83% penduduk dunia tinggal di negara-negara berkembang. Salah satu tantangan besar dunia ialah meningkatnya produksi pangan dengan cara yang berkelanjutan sehingga dapat memberi makanan penduduk dunia yang bertambah dengan pesat.

Produktivitas daerah-daearah lumbung pangan besar makin menurun, sementara permintaan akan pangan, serat dan bahan bakar meningkat terus-menerus. Erosi tanah, salinisasi, genangan air, dan hilangnya kesuburan tanah semakin meningkat disemua negara. Meningkatnya radiasi ultraviolet akibat menipisnya lapisan ozon stratosfer juga dapat menurunkan produksi pangan.

Pertanian harus memenuhi kebutuhan yang meningkat itu terutama dengan meningkatkan produktivitas, karena kebanyakan lahan pangan dunia yang terbaik sudah terpakai. Dalam pada itu perambahan lebih lanjut atas lahan yang tidak terlalu sesuai untuk diolah harus dicegah. Pertanian berkelanjutan dan pembangunan desa memerlukan penyesuaian besar dalam kebijakan yang menyangkut pertanian, lingkungan dan ekonomi disemua negara, dan pada tingkat internasional. Hal ini memerlukan kerjasam yang melibatkan penduduk desa, pemerintah nasional, sektor swasta, dan masyarakat
internasional.

Produktivitas lumbung-lumbung pangan besar kini merosot

Perlu digunakan banyak energi untuk meningkatkan produksi pangan. Ini harus menyangkut campuran sumber sumber energi fosil dan energi yang dapat diperbaharui, termasuk bahan bakar dari kayu harus bersifat hemat biaya. Sumber daya genetik hewan dan tumbuhan dunia yang maat beragam harus diamnfaatkan dengan lebih baik demi diversifikasi dan peningkata produksi pangan serta perbaikan mutu hewan-hewan penarik bajak. Hilangnya spesies hewan dan tanaman yang berharga kini berlangsung terus, dan usaha untuk meningkatkan keragaman genetik kekurangan biaya dan tenaga manusia.

Jumlah makan yang musnah oleh hama diperkirakan mencapai 25% setiap panen. Pemberantasan hama makanan dengan bahan kimia merupakan hal yang sudah umum, namun pemakaiannya yang berlebihan itu memakan banyak biaya dan menimbulkan efek merugikan bagi kasehatan manusia dan lingkungan. Pilihan terbaik adalah pengendalian hama terpadu, yang menggabungkan praktik pemberantasan secara biologis, daya tahan tanaman inang dan praktik bercocok tanam yang tepat guna, guna meminimumkan penggunaan pestisida. Teknik ini menjamin produksi pangan, menunkan biaya dan tidakterlalu berbahaya bagi lingkungan.

Melindungi dan Mengelola Lautan

Samudra termasuk laut-laut yang tertutup dan setengah tertutup, merupakan bagian penting dari sistem penopangan hidup global. Lautan menutup sebagian besar permukaan bmi, mempengaruhi iklim, cuaca dan keadaan atmosfer serta memberikan pangan dan sumber daya lain kepada populasi dunia yang semakin bertambah ini.

Hukum maritim merupakan basis internasional bagi perlindungan dan pemanfaatan lautan secara berkelanjutan. Namun lautan kini mengalami semakin banyak tekankan lingkungan karena pencemaran, penengkapan ikan yang berlebihan dan degradasi garis pantai serta terumbu karang. Sekitar 70% pencemran laut berasal dari sumber-sumber di darat, termasuk kota-kota besar, industri, konstruksi, pertanian, kehutanan dan pariwisata.

Zat-zat pencemar yang merupakan ancaman terbesar bagi lingkungan laut ialah limbah selokan, bahan kimia, sedimen, sampah padat dan plastik, logam, limbah radioaktif dan minyak. Beberapa diantara bahan tersebut mengandung racun, lambat terurai dalam lingkungan dan berakumulasi dalam makluk hidup. Saat ini tidak ada rencana global untuk menanggulangi pencemaran laut yang bersumbr dari darat.

Pencemaran juga berasal dari lalu lintas kapal dan pembuangan di laut. Tiap taun sekitar 600.000 ton minyak masuk kedalam lautan akibat operasi lalu lintas kapal yang normal, akibat kecelakaan dan pembuangan liar. Bangsa-bangsa menyanggupikan diri untuk mengendalikan dan mengurangi degradasi lingkungan laut guna memelihara dan meningkatkan kapasitas produktifnya dan kapasitasnya sebagai penopang kehidupan.

Bangsa-bangsa perlu membangun dan memelihara sistem pengolahan limbah manusia, dan mencegah pembuangannya di dekat daerah perikanan kerang, muara dan tempat pengambilan air serta tempat mandi. Sampah industri juga perlu dikendalikn dan dioalh dengan benar. Negara-negara perlu mengubah pengelolaan limbah manusia dan sampah, praktik pertanian, pertambangan, konstruksi dan transportasi guna membatasi arus zat-zat pencemar yang berasal dari sumber-sumber yang terpencar.

Bagian-bagian dari lingkungan laut, mislanya terumbu karang, pohon bakau dan muara, adalah sebagian dari ekosistem bumi yang sangat beranekaragam dan produktif. Ekosistem tersebut melindungi garis pantai dan memberikan sumbangan bagi pangadaan pangan, energi, pariwisata dan pembangunan ekonomi. Diberbagai pelososk dunia ekosistem ini berada dalam keadaan tertekan dan terancam. Bangsa-bangsa perlu mendungi ekosistem-ekosistem ini, misalnya dengan cara mencegah dan mengendalikan erosi pantai dan pengendapan lumpur akibat penggunaan lahan seperti konstrusi.

Perikanan laut menghasilkan 80-90 juta ton ikan dan kerang-kerangan setiap tahun, 95% diantaranya diambil dari perairan dalam wilayah kekuasaan nasional. Tempat-tempat pendaratan ikan telah bertambah hampir lima kali lipat dalam 40 tahun terakhir. Pengambilan ikan secara berlebihan, pelanggaran batas perairan oleh armada-armada asing, degradasi ekosistem dan penggunaan perlengkapan yang tidak tepat sehingga dapat menangkap terlalu banyak ikan semakin banyak terjadi. Pengetahuan tentang pasok ikan dalam laut tidak memadai, dan terlalu sedikit kerjasama antar bangsa untk mencegahpenga,mbilan ikan terlalu banyak di lautan lepas. Negara-negara perlu menangani masalah pasok ikan yang bersifat migran dan ikan yang berenang melintas perbatasan zone ekonomi nasional, terutama menuju laut dalam.

Pemanasan global sebagai akibat perubahan iklim mungkin sekali menyebabkan naiknya permukaan laut. Kenaikan yang kecilpun dapat mengakibatkan kerusakan besar pada pulau-pulau kecil dan pantai-pantai yang rendah letaknya. Tindakan pencegahan harus diupayakan untuk memperkecil resiko dan akibat, terutama pada pulau-pulau kecil dan daerah pantai yang rendah. Kini lebih dari setengah penduduk dunia sudah tinggal dalam jarak 60 km, dari pantai, dan ini dapat meningkat sampai tiga perempat pada tahun 2000.

Negara-negara kepualuan kecil yang sedang berkembang terutama merupakan negara-negara yang rawan, dan beberapa diantaranya dapat hanyut akibat naikknya permukaan laut. Kebanyak pulau-pulau tropik kini mengalami dampak yang lebih langsung dari peningkatan frekwensi siklon, badai dan taufan yang berkaitan dengan perubahan iklim. Pulau-pulau tropik merupakan tempat tinggal berbagai spesies tanaman dan hewan yang unik, serta kaya akan kebudayaan asli yang beraneka ragam dengan pengetahuan tentang cara tepat untuk mengelola sumber daya kepulauan.

Melindungi dan Mengelola Air Tawar

Air tawar amat diperlukan untuk minum, sanitasi, pertanian, industri, pembangunan kota, pembangkit listrik tenaga air, perikanan darat, transportasi, rekreasi dan berbagai kegiatan umat manusia. Air juga penting sekali bagi alam untuk berfungsi dengan baik. Diberbagai pelosok dunia. Ada kelangkaan, kehancuran bertahap dan peningkatan pencemaran sumber daya air tawar. Diantara penyebabnya ialah tidak memadainya cara menangani sampah manusia dan limbah industri, hilangnya daerah-daeah tangkapan air alami, penggundulan hutan dan praktik-praktik pertanian yang buruk, yang menyebabkan merembesnya pestisida dan bahan-bahan kimia lain ke dalam air. Bendungan, pembelokan-pembelokan sungai dan program irigasi juga mempengaruhi kualitas dan kuantitas air. Segala praktik tersebut membahayakan ekosistem perairan, dan megancam sumber daya air tawar.

Persediaan pangan bagi penduduk dunia yang semakin bertambah itu sangat tergantung pada air, tetapi sistem irigasi mengalami penggnangan air dan penumpukan garam, yang mengurangi kemmpuan lahan untuk menumbuhkan bahan pangan. Banyak diantara masalah-masalah tersebut merupakan akibat model pembangunan yang merusak lingkungan, dan kurangnya kesadaran serta pendidikan masyarakat tentang perlunya dan cara-cara melindungi sumber daya air. Ada suatu gejala yang meluas yaitu keidak mampuan memahami kaitan antara berbagai bentuk pembangunan dan dampaknya terhadap sumber daya air.

Di negara-negara berkembang, satu dari tiga orang kekurangan air minum yang aman dan sanitasi, yang merupakan kebutuhan pokok bagi kesehatan dan martabat manusia. Di negara-negara tersebut diperkirakan 80% dari semua penyakit dan lebih sepertiga kematian disebabkan pemakaian air yang tercemar. Meskipun ada ketidak pastian tentang perubahan iklim global, kenakan suhu dan penurunan curah hujan dan salju akan semakin mengganggu keseimbangan yang memang telah rapuh antara persediaan dan permintaan air dibeberapa kawasan dunia. Di daerah-darah lain, bertambahnya curah hujan dapat mengakibatkan banjir. Bila pemanasan menyebabkan naiknnya permukaan laut, maka ini dapat mengakibatkan instrusi air garam ke muara dan akuifer (lapisan karang atau tanah yang dapat menyimpan air), dan menggenangi daerah yang rendah letaknya, terutama pulau-pulau yang rendah.

Dihadapkan dengan sedemikian banyak ancaman, haruslah dicari jalan untuk meyediakan air yang bermutu baik dalam jumlah memadai bagi semua orang di planet ini. Untuk itu kegiatan manusia harus disesuaikan dengan batasan-batasan alam, sehingga fungsi ekosistem yang sehat dapat dilestarikan. Untuk mengolah air dengan lebih baik diperlukan teknologi inovatif, termasuk peningkatan teknologi setempat, guna sepenuhnya memanfaatkan sumber daya air yang terbatas dan untuk melindungi air terhadap pencemaran. Keadaan ini menuntut agar pengelolaan air tercakup dalam kebijakan sosial dan ekonomi nasional, termasuk perncanaan tata guna lahan, pemanfaatan sumber daya hhutan dan perlindungan lereng-lereng gunung serta tepi-tepi sungai. Pengelolaan sumber daya air ini perlu didelegasikan kepada tingkatan yang serendah mungkin. Hal tersebut harus mencakup peran serta masyarakat secara penuh. Jangka waktu yang realistis untuk penyediaan air yang universal ialah tahun 1925. Ini dapatdicapai dengan mengembangkan pelayana-pekayanan murah yang dapat diadakan dan dipelihara pada tingkat masyarakat.

Upaya Pelestarian Daerah Pengaliran Sungai Kendalanya

Upaya pelestaraian DPS perlu dilakukan melalui pengelolaan DPS secara cermat. Pengelolaan DPS merupakan semua tindakan yang bertujuan mengendalikan erosi, memperbaiki konservasi air, dan mengendalikan banjir. Pengelolaan itu bertujuan untuk meningkatkan kelestarian penduduk dan kelestarian lingkungan (Sumarto, 1986).

Agar pengelolaan mencapai hasil yang optimal perlu dilakukan secara terpadu. Pengelolaan yang demikian meliputi tindakan pengenalan, pemulihan, perlindungan, perbaikan dan pemantauan (Manan,1978; Suyono, 1984). Pengenalan merupakan tindakan untuk memahami sifat dan kondisi DPS. Pemulihan merupakan upaya untuk mengembalikan DPS seperti sediakala. Perlindungan merupakan tindakan melindungi baik pada bagian DPS yang masih baik maupun yang terancam kerusakan. Perbaikan merupakan upaya untuk mengatasi bagian DPS yang telah mengalami kerusakan, dan pemantauan merupakan upaya untuk memonitor berbagai gejala perubahan yang terjadi di dalam DPS.

Dalam upaya pelestarian sungai masih banyak kendala yang dihadapi yang memerlukan penaganan secara sistematis. Kendala itu antara lain berupa: (1) masyarakat sekitar sungai yang belum memahami secara baik kegunaan dan pentingnya sungai bagi kehidupan masyarakat Jawa Timur, baik secara ekonomi, sosial maupun lingkungan. (2) masyarakat belum memiliki kemampuan teknis yang baik untuk melindungi sungai dari tekanan erosi dan kerusakan daeran sekitarnya. (3) masyarakat belum memiliki kemamapuan dan ketrampilan yang memadai untuk melakukan perbaikan terhadap kerusakan sungai. (4) masyarakat belum memiliki kemampuan teknis dan keberdayaan untuk melakukan pemantauan/monitoring terhadap kondisi sungai. (5) sebagai masyarakat masih memiliki tarap ekonomi yang rendah (hidup di bawah garis kemiskinan). (5) sebagian masyarakat (industriawan) tidak mau mengerti arti penting sungai bagi kehidupan masyarakat luas.

Permasalahan yang demikian kompleks itu tidak mungkin hanya diatasi secara teknis dengan tindakan-tindakan yang parsial dan clustered. Tindakan yang dilakukan harus terencana, sistematis, dan komprehensif. Tanggung jawab penanganan bukan hanya tanggung jawab salah satu instansi, tetapi semua pihak harus merasa peduli dengan keberadaan dan fungsi sungai tersebut. Setidaknya ada lima elemen penting yang dapat dijadikan kekuatan penyangga dari upaya itu. Pertama, lembaga otorita sungai yang memiliki otoritas pengelolaan sungai dapat meningkatkan penangan teknis, sosial, dan ekonomis secara berkelanjutan. Kedua, pemerintah daerah yang wilayahnya dilalui sungai perlu menyamakan visi terhadap langkah-langkah penangan sungai . Ketiga, lembaga-lembaga pendidikan, terutama sekolah-sekolah sekitar sungai sejak dari SD hingga Peguruan Tinggi mengambil tanggung jawab reil area yang ditanganinya dengan program-program yang terkoordinasi dan nyata. Keempat lembaga-lembaga swadaya (LSM) masyarakat menyatukan pandangan tentang penanganan sungai tersebut dan mengambil peran secara nyata. Kelima, kepedulian aparat kepolisisan dan aparat hukum lainnya untuk menegakkan hukum terhadap mereka yang merusak kualitas sungai. Keenam, pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin sekitar sungai .

 Ekowisata sebagai paradigma pengelolaan DPS Hulu Sungai

Perdebatan pemikiran dan sikap terhadap kelestarian lingkungan alam sebagai sumber kehidupan sudah lama berlangsung, setidaknya sejak dampak pembangunan dirasakan pada lingkungan. Satu pihak berpandangan, bahwa kelestarian alam harus dijaga sedemikian rupa dalam keadaan aslinya, dan di pihak lain pembangunan harus dijalankan sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk, kendati dalam banyak hal telah menimbulkan kerusakan pada lingkungan.

Kekawatiran itu juga berlaku pada obyek-obyek wisata, khususnya wisata alam. Banyak pengalaman menunjukkan, bahwa banyak obyek wisata alam yang mengalami diteriorasi (kemunduran) setelah dijadikan sebagai obyek wisata yang berujung pada pemiskinan masyarakat lokal. Oleh karena itu sanngat beralasan jika banyak penentangan terhadap pembangunan kawasan wisata alam baru, karena pengaalaman tersebut.

Pertentangan panjang itu belakangan membawa hikmah dengan munculnya konsep ekowisata sebagai jalan keluar terhadap keinginan pelestarian alam disatu pihak dengan pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan di lain pihak. Ekowisata dipandang sebagai model alternatif yang lahir dari usaha mencari jalan tengah, antara kritik bahwa selama ini pariwisata telah menyebabkan terjadinya diteriorasi lingkungan yang drastis di satu pihak, sementara dipihak lain disadari bahwa pariwisata merupakan aktivitas yang sangat menjanjikan dalam mengatasi masalah lapangan kerja atau peningkatan pendapatan masyarakat.

Ekowisata dalam berbagai bentuknya telah diperkenanlkan secara luas di negara-negara yang sedang berkembang. Di Indonesia berbagai daerah telah berusaha mengembangkan program ekowisata, seperti Way Kambas dan Gunung Lauser (Sumatera), Bunaken dan Tanjung Panjang Lati Mojong (Sulawesi), Bromo – Tengger, Genteng, Ujung Kuilon, Gunung Gede Pangranggo dan Nusa Barung (Jawa), Komodo dan Tambora (Nusa Tenggara Barat), Taman Laut Banda (Maluku) dan Derawan (Kalimantan) (Pitana, 2003)

Istilah ekowisata sering disamakan dengan ecological tourisme, nature tourism, wilderness tourism, low-impact taurisme, adventure travel, green tourisme, soft-adventure tourism, socially-responsible tourism, sustainable tourism dan sebagainya. Ekowisata sering disamakan dengan wisata ekologi, yaitu kegiatan perjalanan yang bertujuan untuk menambah pengetahuan ekologi (dan budaya setempat), atau sistem ekologi (ekosistem) tertentu. Aspek wisata yang bertanggung jawab terhadap lingkungan serta “menguntungkan masyarakat lokal” sangat kental dalam pengertian ekowisata (Yoety, 1997). Batasan sederhana diberikan oleh the internastional Tourism Society (TIES, 1991) dalam Pitana (2003), bahwa ecotourim is responsible travel to natural areas that conserves the enviroment and sustains the well being of local people”. Atau seperti dikemukakan oleh Linberg dan Harkins (1993), ekowisata adalah “wisata alam asli yang bertanggung jawab, menghormati dan melestarikan lingkungan dan meninkatkan kesejahteraan penduduk lokal”.

Dari batasan umum tersebut, menurut Wood (2002) ada beberapa prinsip dasar yang harus dipenuhi, agar suatu kegiatan wisata dapat disebut sebagai ekowisata, yaitu: (1) meminimalisasi dampak negatif pada alam dan budaya yang dapat merusak tujuan. (2) membelajarkan touris akan pentingnya konservasi. (3) menekankan pada pentingya kegiatan yang bertangung jawab yang bekerja secara kooperatif dengan masyarakat dan pemerintahan lokal untuk mempertemukan kebutuhan lokal dan menunjukkan kemanfaatan konservasi. (4) penghasilan langsung untuk konservasi dan pengelolaan alam dan perlindungan kawasan. (5) menekankan ada kebutuhan zona touris regional atau kawasan alam yang digunakan menjadi tujuang ekowisata. (6) menekankan kegunaan studi lingkungan dan sosial, dan pemantauan jangka panjang untuk menaksir dan meminimalisir dampak. (7) menuju kemamnfaatan ekonomi yang maksimun bagi negara pemilik, pelaku businis dan masyarakat setempat, terutama penduduk yang tinggal di area yang terlindungi. (8) berusaha menjamin agar pengembangan wisata tidak berakibat pada batas lingkungan dan sosial perubahan yang dapat diterima sebagaimana ditentukan oleh peneliti yang bekerjasama dengan penduduk setempat. (9) mewujudkan infrastruktur yang dikembangkan secara harmonis dengan lingkungan, meminimalisisr penggunaan bahan bakar fosil, melindungsi tanaman likal dan kehidupan liar dan menyatukan dengan lingkungan alam dan budaya.

Berdasarkan konsep dan prinsip ekowisata tersebut terlihat bahwa dalam konsep itu terkandung alternative pemecahan masalah lingkungan di kawasan hulu sunngai secara mendasar. Secara fisik alamiah konsep itu arti untuk memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal dengan selalu memberikan perlidungan dan perbaikan terhadap sumberdaya itu, dan secara sosial implementasinya berbasis pada masyarakat setempat/lokal. Paduan secara fisik dan sosial tersebut menjadikan ekowisata sebagai sebuah harapan yang perlu dikembangkan dalam pengelolaan hulu DPS untuk meningkatkan daya dukung DPS sebagai kawasan Wisata.
READ MORE - Yuk Cintai bumi kita

Baca Selengkapnya..